Bagi saya, pertanyaan apa kabar itu penting. Kalau saya menanyakan "apa kabar?" saya senang sekali mendengar jawaban yang panjang lebar. Karena ketika saya bertanya apa kabar, saya benar-benar mau mengetahui kabarnya, bukan sekedar basa-basi di awal pertemuan. 

Jaman masih aktif di organisasi kampus dulu, seorang rekan menganggap saya 'keterlaluan' karena bagi saya mengetahui kabar rekan-rekan dan staf saya jauh lebih penting daripada mendengar laporan kerja. Itu menurut dia. Buat saya pribadi, saya akan mengetahui kabar mereka lebih dulu sebelum bertanya tentang tugas mereka. Pernah, seorang ketua tim berkata pada bawahannya, "Kamu mau pulang lagi? Terus tugasmu bagaimana? Ya sudahlah. Salam untuk bapak ya." Sang ketua tidak tahu, bapak yang ia maksud sudah meninggal dunia beberapa minggu sebelumnya. 

Dengan mengetahui kabar seseorang, saya tahu saya berhadapan dengan kondisi apa dan tuntutan apa yang memang layak saya berikan padanya. Karena itu sebelum membuka laporannya, saya bertanya, "ada kabar apa minggu ini? Kabarmu, maksud saya. Kalau kabar nasional saya bisa baca koran..."

Lately, saya melihat teman-teman saya kebanyakan masih sama, seperti saya yang juga masih sama seperti dulu: saya sibuk bertanya apa kabar pada semua teman-teman saya, dan mereka melaju dalam pekerjaan besar bernama membangun peradaban... :) I guess.

Hari ini saya sedang berduka. Tanah kelahiran saya diguncang gempa 6,5 SR. Banyak yg tewas, hilang, luka...dan tidak sedikit rumah2 yang hancur dan sekolah2 rubuh. Hidup mereka mungkin diamputasi mendadak. Saya berdoa, semoga dengan ini Allah melembutkan hati mereka, membuat kita mempersering menyebut namanya, dan merenung. There's something wrong with our life. Each of us need to figure it out.

Biasanya musibah seperti ini akan cepat menimba simpati nasional. Kenapa sekarang tidak? Ada kejadian yang mereka anggap lebih penting di luar sana. Kisruh politik dunia Islam di Mesir. 
Saya mencoba berprasangka baik. Sedikitnya hastag Pray For Gayo dibanding Pray for Mesir mungkin tidak berarti sedikit juga doa yang mengalir ke desa-desa kecil di Barat Indonesia sana. Saya berbaik sangka, bahwa di ruang empatinya yang luas, saudara2 saya bisa menyempatkan diri melihat ke dalam negeri. 

Kita memiliki ruang empati yang luas. Setiap kejadian adalah latihan untuk membuat kita arif. 

Semoga Allah membuat kita lebih kuat dari masa ke masa. Aamiin.

5 komentar:

Fardelyn Hacky mengatakan...

makjleb banget tulisannya kak :)
btw, baru tau kak bulan kelahiran takengon.
berarti masih orang kampung, kampung Aceh :D

Bulan Nosarios mengatakan...

Iya nih, orang kampung baru :D di takengon tinggal sepupu2, dan baru terasa 'kehilangan' setelah ada musibah. Slm ini merasa sibuk dgn masing2 :(

Fardelyn Hacky mengatakan...

Ohya kak, semalam mau komen ini lagi setelah komen di atas. Ini lhooo..captchanya ituuuuu...entu komen di atas nongol setelah dua kali salah kode. Semalam komen by hape, jadi captcha itu kagak kelihatan makanya salah melulu.

Bulan Nosarios mengatakan...

gmn caranya biar yg ngomen nggak perlu capcay2an segala ya?:p aku ga mau bikin repot, heheu... mau komentar aja dipersulit ya...ish... >.< tengkyu udah mampir Kak Eqy...

Kinzihana mengatakan...

mak klo g pke captca pengaturan ny disetting di dashboard. ..

btw saya setuju dgan artikelny

Posting Komentar