Tampilkan postingan dengan label Anak. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Anak. Tampilkan semua postingan
Dear teman-teman,

Lama nggak mosting apa-apa, kira-kira hampir sebulan. Atau lebih? >,< terkena flu batuk setelah pulang dari pantai (gathering kantor Ayah Iban) lalu disambung darah rendah (tekanannya maksud saya), dan gula darah naik (keenakan ngemut sari kurma). Lalu ada fase ketagihan kronis pada Novel-novel Meg Cabot, Videos Keith Urban, dan bernostalgia dengan Detective Conan. Tidak bergerak banyak membuat virus di tubuh (termasuk yang bergenre malas) lama baru beranjak. Ditambah saya protes menuntut dihadirkannya meja baru untuk tempat saya menulis dengan alasan sakit pinggang, and many else... Sekarang, setelah banyak bergerak dan merasa sehat, saya pun berpikir, kalau tahu begini dari kemarin-kemarin saya segera bergerak. Well, memang klise, tapi obat malas dan segala penyakit itu memang yang pertama-tama adalah: MOVE!

Bagaimana dengan anak-anak? Owh, mereka tetaplah the most ear-bleeding screamer. Emaknya sakit tidak membuat tuntutan mereka menurun. What they know is that the universe rotates for them. But, Thanks Allah, keduanya sedang dalam fase Freakin' in Jigsaw. *sigh* Mereka bertahan dengan satu puzzle untuk beberapa hari (3-4), dengan tipe puzzle delapan keping ke bawah. Oh, my lil boy did the 10 pieces. Dan awalnya memang selalu bertanya, "Bunda lihat ini seharusnya di mana? Apa di sini? Atau di sini?" nooo, they don't actually need your answer for sure. Saya cuma menjawab, "Yap. Mungkin di situ. atau coba di sebelah sana. Mungkin kalau diputar?" Sure, sometime I did while I closed my eyes. I got the headache, remember??

But then, mereka pun mulai menghafal letak keping2 jigsaw itu, dan perlahan mulai kehilangan rasa asiknya (yang kemudian disusul hilangnya keping-keping puzzle itu ke bawah meja, bawah lemari, bawah tumpukan baju di lemari....) Oke, itu bukan hilang, tapi nyelip.

Saya tidak punya tenaga untuk ke toko buku mencari puzzle baru, dan mengingat satu buah berharga 5000 rupiah, plus ongkos 30 ribu rupiah... well, I thought it's the time for DIY! *Tiup terompet perang*

Kami pun membongkar-bongkar lemari buku anak. Mencari inspirasi. Oh well, thanks pada beberapa majalah Disney yang memberi bonus puzzle jigsaw yang belum sempat terpakai. Tapi akhirnya jigsaw itupun solved! Kembali mencari ide.... So I made it:
1. Ada majalah Tinker Bell yang sudah kehilangan cover. Saya buka halaman komik (whatever it's named!)

2. Ambil dus susu yang sudha nyaris masuk ke keranjang daur ulang, lem, gunting (tau nggak, ini gunting kemarin dipakai untuk motong ekor ikan gurame, karena gunting di dapur bunda lagi susah dihubungi).

3. Gunting gambar, rekatkan seluruhnya super rapat ke balik dus bekas. Potng suka hati, saya sih motongnya rata jadi enam bagian.




4. Here we go!

As I have mentioned before... anak-anak suuuka sekali kalau sudah berurusan dengan gunting dan lem! Selamat bersenang-senang!

N.B: Pastikan halaman yang Anda gunting bebas gugatan. Anda juga bisa membuatnya dari halaman iklan yang berkilau di majalah.





Ada masanya Yasmin dan Nizam bosan bermain dan tiba-tiba hanya ingin di rumah saja, memeluk boneka dan selimut, dan menonton televisi. Saya bukan orangtua yang melarang TV di rumah, jadi, ya, kami punya Tv dan anak-anak sering menonton. Tapi, tentu saja acaranya harus dipilih dan nontonnya didampingi. Anak-anak juga tau, mereka lebih suka acara Tv yang melibatkan mereka meski sedikit. Ada beberapa jenis acara yang disukai anak-anak saya. Seperti Show Me Show Me, Jungle Junction, Timmy Time (kalau ini saya harus berperan sebagai pengisi suara). Dan yang lumayan baru bagi anak-anak saya di Cbeebies, ada Mr. Bloom's Nursery.
Ben Faulks, aktor sekaligus pemilik ide cerita ini, melakukan riset bertahun-tahun untuk menemukan format acara yang tepat. Ide utamanya adalah agar anak-anak mengenal dunia tanam-menanam. Mereka juga jadi mengenal sayuran dan manfaatnya. Mr. Bloom biasanya menanam biji-bijian ditemani Hasan, Grace, Jassie, dkk. 

Saya menenamni anak melihat Mr. Bloom dan murid-muridnya memilih pot, lalu mendiskusikan dengan anak kami akan memakai pot apa. Hm... mungkin kaleng bekas susu, cat, dan sebagainya. Mr. Bloom mengajari anak-anak cara menanam buncis. hey, tau buncis kan anak-anak? Nah, begitulah cara dia tumbuh lalu kita makan. Oh ya, di sekitar MR. Bloom juga ada bayi2 sayur yang lucu-lucu sekali. ada sawi, brokoli, umbi2an... 

percayalah, nonton bersama anak-anak saya bukan acara hening yang monoton. Mereka akn terus bertanya dan protes. Untungnya acara memang diset untuk mengajak pemirsa seperti berdialog. Anak-anak saya akan menjawab dengan antusias, dan menunjuk-nunjuk... "Jangan lupa batunya Mr. Blooomm...."

acara ini hanya 25 menit dipotong nyanyi bersama. Setelah itu, mari anak-anak, kita menanam sungguhaaan! 
(Kami sudah punya pot, sekop, dan bibit, hanya menunggu cuaca baik...).




((Asli, ini bukan catatan ilmiah. Just my experience))
Cuaca akhir-akhir ini susah ditebak. Sedang asik-asiknya main bola, eh, hujan.... baru setengah jalan pulang, sudah panas lagi. Syukurnya tubuh ini anti karat. Tapi tetap saja, cuaca jelek sering jadi kambing hitam pas kena serangan batuk, flu, diare.

Berhubung saya tipe emak yang rada paranoid sama obat, kotak P3K saya isinya sedikit sekali. Selain obat mag untuk ayah dan paracetamol untuk sakit kepala bunda, inhaler, untuk anak-anak cuma ada obat cacing sama paracetamol sirup. Obat cacingnya rutin 3 bulan sekali, paracetamolnya malah jarang sekali digunakan.

Yasmin dan Nizam sama-sama pernah kena flu, tapi biasanya giliran. Paling nggak tega pas hidungnya mampet :(  diam-diam Bunda mengolesi sarung bantalnya dengan minyak kayu putih, jadi waktu tidur sedikit terhirup, biar hidungnya lega. Soalnya anak-anak risih kalau pakai inhaler.
Kalau sudah dingin, biasanya cepet banget kena batuk. Sebelum beneran kena, punggung dan dadanya segera diolesi vicks. Kalau dinginnya sudah terlalu, kaus kaki dan topi adalah senjata berikutnya. katanya suhu tubuh itu keluar masuk lewat kepala dan kaki, jadi kalau mau tetap hangat, keduanya harus ditutup.

Kenapa nggak ke dokter?
Karena dokter juga nanti ngasinya antibiotik. Flu itu karena virus, jadi nggak perlu antibiotik, kecuali sistem imunnya terganggu. Untuk meningkatkan daya tahan, anak-anak 'cuma' perlu makan baik, istirahat cukup, hidup bersih (cuci tangan, ganti baju, ganti sprei, nggak gantian gelas&sendok dengan teman, dll). Kalau suhu tubuh di atas 38 derajat celcius, baru deh keluarin paracetamol... yang jarang sekali terjadi karena biasanya setelah diberi minum cukup panasnya turun, biidznillah.

Terus, kenapa dong ada gambar sup ayam?
Iya, itu sup ayam, tapi bunda kurang suka ayam, jadi sayurnya lebih dominan. Sejak bertahun-tahun lalu (maklum, udah setengah tua), cara paling mudah ngusir flu itu dengan sup ayam, dimakan anget2. Setelah itu tidur... itu saja. Saya percaya dengan sistem tubuh untuk melawan flu dengan sendirinya. Setelah ada suami dan anak-anak, mereka juga 'dipaksa' makan sup ayam saat musim hujan berangin datang. Kalau anak-anak suka dengan serbuan sayurannya, suami saya senang dengan sensasi jahe-mericanya. Bikin anget.
Alhamdulillah, so far, it works for my family :)
Yasmin (3 th) sedang terkekeh menikmati tarian Jungle Junction ketika adzan dzuhur berkumandang. seperti biasa, saya mengecilkan volumenya dan segera bangkit, mengekor ayah berwudhu. Tanpa saya duga, si kakak kali ini protes. "Kenapa dikeciliiiin?" dan ia segera memburu remote.
"Adzan Noooon, " ujar saya tak kalah seru.
"Kakak nggak shalat,"  BLUB!
"lho, nggak mau dipanggil Allah?"
"kan kemarin udaaaah," jawabnya masih ngotot, dengan mata tetap ke TV.
"kemarin makasi ke Allah karena Ami dikasi hidung, mata, rambut. Sekarang, Ami kan baru makan udang kesukaan Ami, makasi lagi dong,"
Berhasil. dia menoleh dari TV, meski dengan muka kecut.
"Nanti shalat lagi?"
"iya dong, kan Allah yang panggil, masa Ami nggak mau datang?"
"Ami mau minta hidung Ami jadi warna kuning!" katanya. Shalat Ashar kemarin dia minta rambutnya dijadikan biru.... toh dia sudah lupa.
Dia pun beranjak ke kamar mandi, berwudhu, lalu ke kamar yang biasa kami gunakan sebagai ruang shalat. Sambil teriak, "jangan ditukar ya jangel jangsiennyaa!"

Well, inilah proses harian. Ringan, karena emaknya juga ga pinter-pinter banget. Semoga bisa membekas, menjadikan Yasmin anak yang shalehah. Amiin..
Kegiatan membuat prakarya bersama memang mengasyikkan. Melatih fokus anak, kreatifitas, juga keterampilan menggunakan benda-benda di sekitarnya. Yasmin paling suka bagian menggnting dan me-lem. Nizam, bagian bertanya, "ini warna apa?" "kenapa di sini?" "ini gambar apa?" "aku mau ini!" dan seterusnya....
Koper-koper-an ini idenya dari Mister Maker Ceebeebies. Saya pakai kardus bekas susu. Versi mister maker, di cat. Versi saya, ditempeli kertas origami (lagi nggak punya kertas kado dan cat). versi Mister Maker, tutup kopernya pake perekat yang kayak di sepatu itu lho, yang berwarna hitam. karena saya nggak punya, saya siasati pake double-tape. gunting-gunting, tempel-tempel, jadi deh tas Bu Dokter Yasmin :)

Ini seharusnya sih jadi kotak pesan di pintu. tapi akhirnya jadi kotak kartu hurufnya anak-anak.  gambar bunga itu ngambil dariiklan Enchanteur di majalah bekas :) bagian paling seru adalah ketika memilih huruf. Anak-anak duduk di antara tumpukan majalah dan mulai memilih huruf. Bunda bilang, "kita cari A!" dan mereka mulai riuh menunjuk-nunjuk. Halaman yang boleh digunting hanya halaman iklan yang memang tidak mengganggu artikel penting. Ketika Bunda bilang, "kita cari K!" mereka terdiam sejenak. "K yang bagaimana Bunda?" Dan Bunda mengeluarkan kartu huruf.

Nah, di majalah milik Bunda ada banyak sekali gambar makanan. baik iklan maupun halaman kuliner. kecuali resep, Bunda membolehkan mengguntingnya. waw, ternyata ada banyak sekali... biar awet, setelah digunting, ditempel/dialasi dengan kardus bekas susu. Lihatlah menu Restoran Nizam:

Dari Iklan Pizza H....t :D


Setelah selesai, semua jadi lapar, hehehe. Hati-hati dengan gunting dan Lem. begitu melihat hebatnya kerja LEM, Nizam berusaha merekatkan semua benda, termasuk pipinya ke lantai. Kegiatan ini seharusnya menjadi kegiatan santai, jadi jangan berusaha terlalu sempurna. Yang penting anak-anak belajar. Hasilnya urusan nanti. Namanya juga prakarya anak-anak :)  Dan, waktunya membersihkan kembali ruangan!
Pagi itu matahari terasa hangat. Seorang ibu bergegas mengantarkan putrinya ke sekolah. Hari pertama. Banyak hal berkecamuk di kepalanya. Beberapa kali, tanpa kentara, ia menarik nafas dan menghembuskannya perlahan. ada sejuta ibu sudah melakukan upacara pelepasan semacam ini, pikirnya. Putriku akan baik-baik saja...
Tapi, bagaimana jika di sekitar sekolah berkeliaran penjahat pedofilia?
Bagaimana kalau si guru suka membentak dan mencubit?
Bagaimana kalau temannya nanti ada yang suka berkata kasar?
Bagaimana kalau ada yang menempelkan upil...


Butuh berapa tahun untuk membuat seorang anak bisa bertahan dari kerasnya dunia luar sana? Ah, bukan, butuh berapa lama bagi seorang ibu untuk mengerti bahwa, anaknya akan baik-baik saja... 

Jika bekal yang baik sudah diberikan. Maka selebihnya adalah tawwakal. Siapa lagi yang lebih baik penjagaannya dari pada Allah?

Kebaikan, ketakwaan, kehambaan, semua itu bukan warisan genetis. Ia hanya bisa disampaikan turun-temurun, tapi tak langsung melekat dalam darah. Surga itu bukan dinasti. Begitu juga neraka. Bahkan kejahatan tak pilih tempat, tak pilih orang. Layaknya wabah penyakit.
Karena sibuk dalam pikirannya yang kemana-mana, genggaman si ibu melonggar, anaknya tersandung batu.
Si ibu membungkuk dan memeriksa luka anaknya. Sedikit berdarah. “Sakit, Nak?”
Si anak diam, merasa-rasai pertanyaan ibunya. Lalu ia putuskan, “sedikit…”
“Maafkan, Ibu. Apa kau baik-baik saja?” ibunya meletakkan tangannya yang hangat itu di dada sang anak. Di atas lambung. Tempat rasa sedih, kesal, marah, kecewa, gagal, benci, takut, trauma, dan semua kebalikannya bersarang. Hati.
“Ya, aku baik-baik saja.” Si anak melanjutkan langkah.

Ibu gadis kecil itu menghela nafas lega. 

Asalkan hatimu baik-baik saja, Nak. Maka segalanya akan baik. Asalkan hatimu baik, maka kau dapat memaafkan, memulai kembali dan bersedia memperbaiki kesalahan yang pernah terjadi.

Aku tak mungkin memintamu untuk tak pernah jatuh, tak pernah gagal, tak pernah dibenci, dimarahi, disakiti, dimaki. Bahkan Rasulullah merasai semua kepedihan itu. Jasadnya, Nak. Hanya jasadnya. Tapi hatinya baik-baik saja.
Aku tak bisa meminta padaNya agar kau tak dibebani, diuji, lantas dikebalkan. Karena jika aku meminta demikian, maka aku memintamu menjadi kerdil; yang selalu baik-baik saja karena tak pernah melakukan apa-apa. Yang steril karena selalu di tempat yang baik, sehingga tak tahu mana yang buruk dan bagaimana mengubahnya menjadi baik. atau paling tidak, bertahan dari keburukan itu.
Aku hanya meminta agar pundakmu dikuatkan untuk menanggung beban itu. Agar hatimu diluaskan untuk ilmu dan nasehat. Agar nuranimu terasah tajam melihat yang haq dan yang bathil. Agar kau selalu ingat, dunia ini hanya persinggahan, bukan perhentian akhir…

Mereka sampai di sekolah yang hingar bingar. Si ibu tak lagi khawatir anaknya akan bertemu dengan siapa saja. Ia percaya, dari sanalah jiwa itu akan belajar tentang orang lain, tentang dunia. Ia hanya perlu memastikan telah memberikan lentera.