Akhir-akhir ini, konon ada beberapa jenis ibu. Pertama, FTM (full time mother), meski saya nggak ngerti-ngerti juga, kenapa harus ada istilah full time segala. Memangnya ada gitu ibu paro waktu? Kedua, SAHM (Stay At Home Mother), ketiga, WM (working mother), dan juga WAHM (working at home mother), saya sih pingin menambahkan: SAM (Studying Abroad Mother)--sayang saya nggak tahu harus mengajukan inisial itu kemana-- Anda yang mana? Yang manapun, setiap ibu punya ujiannya masing-masing. Tidak ada kelompok yang lebih baik dari yang lain. Lagian, siapa pula yang tega-teganya menyuruh para ibu ini berlomba.

Meski tidak secara resmi diperlombakan, tetap saja beberapa di antara kami merasa sedang berlomba. Mungkin darah kompetitif itu sudah dari sananya mengalir di beberapa orang. Atau tekanan hidup akhir-akhir ini--taulah, tentang reach your dream, you can if you will, be the best of your, etc etc--membuat kami, para ibu,mulai bertanya-tanya, sudah seberapa baik saya di depan dunia? (Saya anjurkan untuk mengganti kata dunia dengan kata anak/anak-anak, demi keselamatan jiwa Anda).


Beberapa saat yang lalu,salah seroang sahabat saya jatuh sakit. Ia pingsan di tengah-tengah aktifitasnya. Dengan bayi yang bahkan belum bisa duduk tegak,tentu saja hal ini mengkhawatirkan. Ia terlalu lelah, dan sebagai ibu menyusui (juga peronda malam) kekurangan waktu istirahat juga makanan baik. Menurut saya, makanan baik selalu dihasilkan oleh dapur sendiri, tidak peduli siapa yang masak. Dengan komposisi dan juga bumbu-bumbu yang bisa kita pastikan sehat dan bermanfaat. Masalahnya, sahabat saya bukan pemasak yang baik, ia juga kesulitan untuk menemukan sayur segar. Di tempat saya tinggal, untuk bisa mendapatkan sayur segar, Anda harus memburunya ke pasar yang buka dari pukul 7-10 pagi dan berpindah setiap harinya. Dengan keadaan bayi, minimnya transportasi, dll, ia juga kesulitan mendapatkan sayur dan makanan segar. Ah, andai saja ada yang siap siaga membantunya...
Oke, mungkin beberapa orang akan mengatakan "Ah, manja." atau "Seharusnya cari akal dan beradaptasi." But, we never know until we walk on her shoes.

Saya sendiri punya dua balita, tanpa asisten, tapi saya juga pernah mengalami masa abu-abu itu. Ketika menjalankan semua roda itu terasa berat dan sulit. Ketika saya berharap memiliki kemewahan untuk memilih cara lain dalam menjalankannya. Akhirnya saya memilih, I'm not wonder mom. Saya jalani saja yang ini semampunya, tidak usah ikut kompetisi Ibu Terbaik, Rumah yg Paling Rapi, Istri Idaman, Chef Rumahan Abad Ini, dll. Dan, nomor kontak asisten per jam masih tertempel di kulkas, kalau-kalau suatu hari saya berubah pikiran dan membutuhkan bantuannya.

Seorang sahabat lain lebih beruntung, memiliki uang lebih untuk membayar asisten. Ketika ada yang mengatakan, "Ya iyalah, dia bisa jadi Ibu Hebat, semua pekerjaan kasar dikerjakan pembantunya!" saya pikir, well, toh dia bayar dengan uangnya, bukan dengan uang saya. Dan dia pasti sudah berusaha dalam dimensi lain untuk menghasilkan uang itu. Atau mungkin dia hanya diberikan kemudahan oleh Allah untuk membayar orang. Bagi saya, setiap kebaikan yang diterima seseorang pastilah tidak semata-mata karena Tuhan ingin memanjakan dia. Mungkin dia sudah atau akan melewati sesuatu yang berat, siapalah kita yang bisa menebak-nebak hidup orang lain.

Sayangnya, seperti ada peraturan SAHM tidak boleh punya asisten. Apalagi anaknya cuma/baru satu. Hm... benarkah? Tergantung juga, apa Anda mau jadi kelabakan demi sebuah gelar super mom, atau memang Anda menikmati semua hal kerumahtanggaan ini. Buat saya, masalahnya memang di situ: Anda nyaman tidak? kalau nyaman, who cares what people say.




Jadi, kalau Anda, pembaca yang disayangi Tuhan, sedang menimang-nimang apakah layak mempekerjakan seorang asisten di rumah, padahal Anda adalah SAHM, pertimbangkan hal-hal berikut:


1. Pekerjakan Asisten, kalau Anda merasa terjebak dalam rutinitas tidak berguna yang hanya menghabiskan tenaga--ngepel sehari lima kali, nyuci lap sehari dua kali, masak satu jam dikali tiga dikali empat orang,etc-- Kalau Anda pikir lebih baik waktu itu Anda habiskan dengan anak-anak, bukankah itu lebih baik?

2. Pekerjakan Asisten, kalau Anda mulai berpikir anak-anak telah mencabut Anda dari dunia nyata. Daripada Anda menyalahkan anak-anakkarena tidak punya waktu menikmati hidup, pekerjakan saja asisten

3. Pekerjakan Asisten, kalau setelah dua tahun menikah ternyata tidak satu orangpun di rumah merasa masakan Anda enak ^^ Tetaplah belajar memasak, tapi pastikan ada seseorang yang benar-benar bisa memasaka untuk anggota keluarga Anda, sementara Anda belajar.

4. Pekerjakan Asisten, kalau Anda merasa gampang lelah, memiliki riwayat penyakit tertentu, dan mudah marah atau pingsan saat lelah. Tidak ada keharusan menjadi Super Mom, ask for help, sebelum keadaan terlalu parah.

Tapi, sebelum Anda benar-benar mempekerjakan Asisten, cobalah beberapa hal ini:

1. Carilah akar masalah yang membuat Anda tidak bisa menangani urusan rumah tangga ini. 

2. Kenali apa yang membuat Anda nyaman. Saya sendiri nyaman dengan jadwal. Jika sesuatu melenceng dari jadwal, saya stress. Jaman dulu saya menyamankan diri dengan barang. Kalau mau fokus, maka saya harus memiliki barang bagus--kompor bagus, mangkok mie bagus, cangkir bagus, pemandangan bagus.... Well, I'm Human Beiiiing....

3. Anda kwalahan, atau cuma sedang bosan? Tarik nafaaaas....hembuuuus.... ayo take a break. Daripada membayar Asisten untuk sebulan penuh, mungkin Anda cuma perlu mengajak anak-anak ke rumah ibu atau mertua dan mendapatkan bantuan dan nasehat di sana (kalau saya, untuk mendapatkan tidur lebih sementara anak-anak bermain dengan nenek kakeknya).

4. Kenali apa yang Anda bisa kerjakan dan yang tidak. Kerjakan yang Anda bisa, pelajari yang Anda pikir Anda akan bisa, dan sisanya, mungkin bisa Anda serahkan pada ahlinya. Saya tidak bisa menyetrika. Seumur hidup, selalu ada orang yang membantu saya mengerjakan itu. Ibu, lalu adik perempuan.... dan sekarang tukang setrika. Saya membayar Asisten milik tetangga saya untuk menyetrika. Hanya setengah jam sehari. Dia mendapatkan upah di jam istirahat siangnya, dan saya tidak perlu pusing melihat pakaian berserakan. Anda akan temukan siasat lain, cobalah!

5. Bicarakan dengan pasangan, apa yang membuat Anda kwalahan. Mungkin sebenarnya dia bisa bantu cuci piring atau buang sampah, hanya saja Anda tidak pernah memintanya! You know them, moms....

Sekarang, kalau Anda yakin benar-benar perlu Asisten, tinggal lakukan dua hal ini:

1. Cek catatan finansial Anda, apakah ada pos yang bisa disiasati atau memang ada dana lebih untuk menggaji.

2. Bicarakan dengan pasangan. Apakah Anda memang perlu Asisten penuh waktu, tukang masak, atau tukang cuci-setrika.

Tapi, ada hal yang membuat saya benar-benar kesal! Yaitu, ibu yang membayar Asisten, Nanny, Koki.... dan dia menghabiskan waktunya di depan layar facebook.... Agar tidak disesali dikemudian hari, catatlah hal ini: anak Anda akan tumbuh dewasa dengan membawa ingatan apa yang telah ibunya lakukan untuk menemaninya belajar tentang dunia.






0 komentar:

Posting Komentar