Pernahkah Anda, sedang membawa anak atau keponakan jalan-jalan, lalu bertemu ibu lain yang juga membawa anaknya. Lalu si ibu berkata,
"Wah... kok kurusan?" atau,
"Gemuk ya sekarang? Susunya apa? Awas obesitas lho...." atau, apakah Anda familiar dengan kalimat berikut,
 "Umurnya 18 bulan, belum bisa jalan? Si kecil saya udah bisa jalan umur 9 bulan....(senyum lebar)"

Aaaand many else...

Pertanyaan sejenis itu sering sekali saya dengar, bahkan saya alami sendiri. Tidak terhitung berapa mata yang sudah memindai anak saya dan tiba-tiba menjadi timbangan otomatis dan mengeluarkan hasilnya: "kurus banget sekaraaang?" atau "iih, gemuk, obes nih!"
Pernah, di sebuah playdate, putri saya bertepuk tangan karena temannya menyanyi. Ibu si anak mengatakan anak saya bertingkah aneh seperti sedang melihat pertunjukan. Well, bukankah dia memang sedang mengapresiasi 'pertunjukan' temannya?

Saya memaklumi komentar-komentar sesama ibu. Seperti saya sendiri, kadang saya tidak tahu harus mengatakan apa, membicarakan apa, dan kadang menemukan sebuah bahan obrolan yang setelah dipikir-pikir ternyata itu tidak baik. Jadi, daripada saya ngotot anak saya baik-baik saja (hal yang biasa dilakukan para ayah), saya memilih untuk senyum dan berkata.. "Masa sih Tante...? Alhamdulillah sehat kok!"
Itu jawab untuk yang kepedulian yang tidak diungkapkan dengan benar. Kalau untuk yang memang hobinya mencibir dan membagi-bagi aura negatif sampai bumi dipastikan kiamat... What I supposed to say? Sementara saya tahu dia tidak butuh jawaban.

Saya sudah kebal, sehingga tidak pulang dengan membawa beban, "Apa yang salah dengan anak saya?" atau buru-buru membuka google untuk mencari tahu kenapa anak saya.
Selama saya tahu anak saya sehat (siapa yang lebih tahu apa yang dilakukan dan dimakan anak saya selain saya?----hanya di kalangan manusia lho ya) dan tidak menunjukkan gejala-gejala kelainan psikologis, saya tetap percaya diri bahwa anak saya tidak seperti yang orang nilai, dengan tatapan penilaian beberapa menit itu. Satu-satunya pendapat yang bisa menggoyahkan pertahanan saya cuma pendapat dokter anak. Itu juga hanya dokter yang sudah menangani anak saya sejak bayi.


Tapi, lain cerita kalau seseorang menilai langsung di depan anak saya. Mereka hanyalah anak-anak yang mendengar setiap ucapan, dan seseorang harus membantu menyaringnya. Misal, ketika ada yang mengatakan, "Udah besar kok masih ngemut jempol?" atau, "Nggak bisa bilang R ya? Kasihan...udah mau sekolah lho..." atau, "Wah, kalah tinggi nih sama anakku...."

Oke, dalam mimpi buruk saya, mungkin saya sudah melakban mulut itu. Tapi, dalam dunia nyata, yang perlu saya lakukan adalah tarik nafas dan beristighfar banyak-banyak dalam hati, ngusir setan yang terus mengompori supaya saya marah, dan fokus pada anak saya. Seorang anak perlu mengetahui bahwa ibunya tidak menganggap dia aneh, nakal, atau kurang sesuatu, apalagi salah, terutama di depan umum. Ada cara lain (yang dikuasai oleh naluri keibuan) untuk membahas kelakuan anak. Bukan di depan umum.
Maka saya biasanya akan mengatakan, "Dia baik-baik saja." dan menatap anak saya dan memberi senyum mendukung.

Dunia ini cukup kejam, Moms, tidak perlulah senyinyir itu di depan anak-anak.



Untuk saya sendiri, berdasarkan pengalaman tidak enaknya ketika anak dipindai dan dihakimi, saya mengusahakan beberapa hal berikut ketika saya berada di antara ibu-ibu lain.

1. Daripada menebak-nebak dalam hati umurnya, lalu berkata, "Udah besar yaaa?" padahal umurnya masih 3 bulan dan dia hanya kelebihan berat badan, lebih baik saya bertanya umurnya. Lagi pula, kenapa saya harus mengukur besar kecil anak orang?

2. Gunakanlah rekam medis dan kartu sehat untuk mengukur tumbuh kembang anak kita, bukan ukuran anak lain. Daripada sibuk mengawasi  dan menilai anak orang untuk memastikan anak kita baik-baik saja, mending ke pediatrik!

3. Tetap fokus dan bersikap tulus. Keduanya memudahkan saya untuk melihat dengan jelas kelebihan lawan bicara (dan anaknya) daripada kekurangannya. Fokus juga membuat saya bisa berpikir jernih dan gampang mendapatkan kalimat percakapan yang bermutu. Daripada mengatakan, "kurusan ya, sakit?" lebih baik mengatakan, "main ke mana weekend ini? ke rumah yuk...." ---kalau dia mengiyakan, urusan nantilah siap-siapnya.

4. Berusaha untuk mengeluarkan pertanyaan yang netral, bukan menggurui dan menghakimi. Kalau anak teman terlihat sakit, kurus, dan tidak beres, lebih baik bertanya pelan-pelan pada ibunya, "apa kabar? sehat-sehat kan?" Saya percaya, kalau memang itu yang paling tepat, teman saya sendiri yang akan mengatakan kalau ada apa-apa dengan anaknya. Kalau dia tidak mengatakan, mungkin dia masih mau menghadapinya di internal keluarga dulu. Tidak semua orang gampang curhat, Moms...

5. Hargai anak-anak. Jangan anggap mereka patung mini yang tidak bisa mendengar dan merasa, sehingga orang dewasa menjadikan mereka objek pembicaraan dengan semena-mena. Mereka, anak-anak itu, mendengar dan merasakan kalimat-kalimat kita. "Ah, masih bayi kok, mana ngerti dia." justru semakin kecil maka sifat spons (menyerap)nya makin tinggi.



6. Saya cenderung memerhatikan ibu dan anak yang sebaya dengan anak saya. Kenapa? Sifat dasar saya sebagai manusia menyuruh saya untuk membandingkan capaian-capaian keduanya. Apa yang dia sudah bisa dan anak saya belum, begitu pula sebaliknya. Padahal, setiap anak memiliki asupan gizi, pengalaman, dan pengasuhan yang berbeda. Bagaimana kita bisa mengharap mereka tumbuh dan melewati milestone-nya dengan cara dan waktu yang sama?

Mungkin itulah yang membuat saya berpikir dulu sebelum keluar. Jika mood sedang buruk dan saya sedang tidak waras, saya menghindari bertemu orang. Kasihan kalau sampai ia dan anaknya yang jadi korban ucapan tidak waras saya. But, maybe it's only me... What about you, Moms? :)





7 komentar:

Unknown mengatakan...

sepakat statement terakhir : hati-hati dengan ketidakwarasan bulan ;p
hehehe

Fardelyn Hacky mengatakan...

Rajin posting sekarang ya kakak. keep writing ya kakak :)

Bulan Nosarios mengatakan...

@ Kak Eky, eaaa Kakaaa, lg rajin ini,heuheuhe...soalnya anak2 baca tulisnya sudah rada mandiri, jadi punya waktu lebih luang sekarang :) thanks for coming!

Bulan Nosarios mengatakan...

@ Mbak Ulil, hihihi.... ampuni kealpaan saya, juragan...

Ety Abdoel mengatakan...

super sekali ulasannya..sukaaaa. nggak kapok deh,wanna read more and more..

Bulan Nosarios mengatakan...

Mbak Ety, tulisan ini sebenarnya ide awal dari artikel Momolympics yang ada di majalah parenting Maret... semoga yg di parenting lebih menggigit ^^ --kalo yg ini kan masih berbentuk ocehan--

Ety Abdoel mengatakan...

Dikirim untuk rubrik apa? Selama ini tahunya cuma rubrik cerita anda saja yang bisa diisi diluar redaksi

Posting Komentar