Seolah hanya sekedip mata, tiba-tiba kita sudah menjadi orangtua. Rasanya baru kemarin kita mendengarkan nasihat dan kasih sayang dari ayah ibu kita. Lalu hari ini, sebuah jiwa telah memanggil kita sebagai ayah, atau ibu. Begitu cepat, hampir-hampir tak dipersiapkan. Kadangkala saya menemukan ilmu setelah terlanjur mengalami, bukan sebaliknya. Ah, kasihan anak-anak. Kalau saja saya lebih dulu belajar, mereka tidak perlu terlanjur menjadi korban ketidaksiapan.
Tapi, begitulah menjadi orangtua. Proses tak berkesudahan. Pembelajaran dari hari ke hari. Seperti yang dikatakan orang, ketika kita menjadi orangtua, bukan saja anak yang belajar dari kita, melainkan kita belajar tentang hidup dari mereka.
Ada banyak sekali nasihat-nasihat parenting untuk ayah dan ibu. Dari berbagai sudut pandang. Akhirnya saya paham, tidak ada yang salah dan benar dalam metode tersebut. Hanya mengenai ingin menjadi orangtua yang bagaimanakah kita.
Misalnya...
Sebuah penelitian menyebutkan bahwa usia terbaik belajar teknologi adalah 3 tahun. Penelitian lain menyebutkan, anak-anak perlu bermain dan belajar di luar. Tak baik membiarkan mereka terpapar screen terlalu dini. Keduanya benar. Tergantung Anda, ingin menjadikannya penjelajah alam, atau penjelajah cyber.

Contoh lain,
Suatu hari koran Tempo di Indonesia memuat artikel tentang bahayanya anak menonton TV terlalu lama. Lucunya, di hari yang sama BBC mengeluarkan artikel tentang penelitian bahwa menonton televisi tidak membuat anak bodoh atau otaknya mampet seperti yang dikira orang. TV membuat anak mendapatkan nilai rendah karena mereka menggunakan waktu mengerjakan PR nya untuk menonton televisi.
Mana yang benar? Saya melihat pada anak-anak saya. Semuanya tergantung bagaimana anda, sebagai orangtua, memantau kegiatan anak. Dari TV ia bisa melihat banyak hal: tergantung channelnya. TV membuat anak konsumtif: kalau anda menuruti semua yang dia minta. TV membuat anak gemuk: kalau anda biarkan ia makan di depan TV. TV menjadi berguna ketika kita memantau tayangan dan durasinya. Kitalah bossnya, bukan televisi.

Tidak usah berdebat dan tersinggung dengan metode orangtua lain membesarkan anaknya. Seorang teman memasukkan anaknya ke Islamic School sedini mungkin, karena ia berharap anaknya menjadi hafidz, dan ilmuwan dalam dunia Islam. Anda yang ngeri melihat bagaimana anak kecil harus menghafal begitu banyak, tidak usah mengernyit. Pada dasarnya kemampuan intelektual anak akan menyanggupi hal tersebut. Mentalnya? nah, itu adalah pekerjaan orangtua. Kalau anaknya diinginkan menjadi hafidz, maka orangtuanya harus menyiapkan mental yang kuat, sehingga anak tidak sekedar menjadi penghafal, namun pecinta Al Quran.

Ada orangtua yang ingin anaknya menjadi pionir. Ia menggemblengnya sedemikian rupa sejak dini.
Ada orangtua yang ingin anaknya menjadi pembawa ketenangan dunia. Dunia sudah cukup tertekan, ia ingin anaknya tumbuh sebagai jiwa tenang yang bergembira.
Ada orangtua yang ingin anaknya disiplin sejak bayi. Karena ia mengira dunia tempatnya hidup penuh dengan kompetisi.
Ada orangtua yang cukup bahagia jika anaknya berhasil menanam bulir-bulir jagung di pekarangan.

Dunia membutuhkan ulama, ilmuwan, petani, nelayan, dokter, guru, seniman, penulis, dan tentara.
Anak kita akan menjadi salah satunya. Ringankan diri dari tugas mengkritik cara orangtua membesarkan anak mereka. Karena anak kita dengan anaknya jelas berbeda. Mereka sudah diberi Allah bakat masing-masing, orangtua hanya perlu melihatnya dengan hati dan menempanya dengan hati-hati, agar ia tidak rusak. agar bakat tidak menjadi sumber bencana: stress, terlalu kompetitif, hipersensitif, dan kerapuhan jiwa lainnya.

Apakah kita masih membutuhkan segala teori parenting itu?
"bacalah anakmu, bukan buku," begitu pepatah Afrika berbunyi.
Kita masih memerlukan buku, panduan, teman, untuk mengetahui bahwa kita tidak keluar dari garis. Namun semua itu tidak untuk mendikte kita untuk memangkas anak menjadi seperti yang kita, atau dunia, inginkan. Anak memiliki jalannya sendiri. Kita hanya perlu menggandengnya dengan selamat.


4 komentar:

lily umminya duoS mengatakan...

setuju banget..."setiap keluarga mmpy cara sendiri membesarkan keluarganya" selama "basic concept"nya ga keluar jalur maka itu baik bagi keluarga tsb...
dan sebenarnya kita itu tdk hanya jd ortu bg anak kita saja,tp kita jg hrs bs jd ortu bg anak2 lainnya bahkan anak2 sedunia artinya kt dtuntut utk sll bs mberi teladan yg menginspirasi bg semua anak2....good article dear :)

Bulan Nosarios mengatakan...

Makasi sudah mampir Mbak Lily :) Bismillah, semoga dimudahkan menjadi 'gurunya anak2...

rina mengatakan...

daleemmm....#like it

Bulan Nosarios mengatakan...

masih terus menggali nih... ^_^ kali bisa nemu berlian,hehe

Posting Komentar