Mungkin Anda pernah membaca artikel tentang "Istri Bukan Pembantu". Kalau belum, Anda akan dengan mudah mendapatkannya melalui Google atau Facebook. What do you think?:)

Tentu, post tersebut banyak mendulang tanda jempol di Facebook. Apalagi yang share. Adapula yang men-tag suaminya... whatever it means.
Saya menulis ini tanpa berniat menyinggung sesiapa. Kita sudah dewasa dan bebas berpikir, I guess. And I hope you agree.

Saya seorang ibu, yang pasti merasa tersinggung ketika ada yang menghina perempuan dan peran seorang ibu. Tapi, ketika ada yang membesar-besarkan peran ibu (terutama ibu rumah tangga) entah mengapa saya merasa tidak nyaman, meski saya sendiri adalah ibu rumah tangga.
Bagi saya, ibu-ibu di masa lalu adalah sosok sempurna untuk dicontoh keikhlasannya. Sulit membayangkan mereka bisa bercerita tentang 'baru membuatkan kopi untuk suami, masak ini, itu, ngepel, nyapu' pada halayak seperti yang beberapa orang lakukan di Facebook :)

Saya tidak menyalahkan mereka yang senang berbagi di Facebook. Itu hak setiap pengguna Facebook. Memaki-maki di Facebook saja tidak bisa ditangkap polisi, apalagi cuma menyebut agenda
harian di dapur.

Kembali pada peran ibu. Kenapa saya bilang mereka terlalu membesar-besarkan? Semua ibu rumahan tanpa pembantu seperti saya pasti tahu rasanya berada dalam jet coaster itu. Tapi maaf, saya rasa kami sepakat bahwa kami melakukannya bukan untuk dikenal media sebagai 'pahlawan rumah tangga'. Peran sebagai ibu dan istri itu bukan pekerjaan, itu adalah ujian yang diberikan Tuhan ketika seseorang memasuki perjanjian yang namanya pernikahan. Semua bentuk balasan yang kita terima--baik maupun buruk-- tidaklah cash and carry. Melainkan seperti deposit, yang hanya bisa diambil saat kita sudah dihidupkan kembali, kelak.

Bahkan, ketika seorang ibu mendengar kata TERIMA KASIH, ia tersenyum senang bukanlah karena mengetahui pekerjaannya dihargai, namun karena suami atau anaknya adalah orang baik yang tak sungkan berterima kasih. Seorang ibu mengambilnya sebagai sebuah pelajaran, bukan sebagai kebanggan pribadi.

Seorang ibu merasa lega ketika anak dan suaminya menjadi orang baik. Bukan untuk dibanggakan pada orang lain. Agar, jikalau ia harus berpulang lebih dulu, ia telah menyiapkan anak dan suaminya sebagajiwa-jiwa yang kuat dan baik. Itu saja.

Jadi, ketika ada yang berkoar-koar tentang 'hargai kami sebagai istri, jangan jadikan kami pembantu' dan rengekan lainnya...

Perasaan saya campur aduk.
Seperti menagih pada manusia atas sesuatu yang saya lakukan untuk Allah. Pantaskah? Padahal yang kami upayakan belum seberapa. Toh kami masih diberi rejeki, diberi anak-anak sebagai penyambung nafas dan nama. Bahkan sebenarnya, kami bisa memilih melalui doa.

Saya jadi bertanya-tanya, benarkah ada yang pernah menyebut para istri sebagai pembantu? Saya merasa, kalaulah para ibu, ibu mertua, suami, dan anak mengetahui bagaimana orang yang selama ini memudahkan mereka menganggap telah diperlakukan sebagai pembantu.... mereka pasti sedih. Mereka pasti tidak mau dianggap telah semena-mena. Mereka mungkin akan berkata, "kenapa tidak kau katakan saja tidak bisa, daripada mengatakan kami mendzalimimu?" Sungguh berat beban yang ditimpakan pada mereka, padahal mereka tidak tahu...

Ah...sedihnya.

Seorang istri adalah pembantu; mengerjakan banyak hal sekaligus, diperintah ini itu, masih juga diprotes. Anak dan suami bahkan mertua punya selera berbeda.... semua itu seperti memborbardir seorang istri. Itukah yang kau sebut sebagai pembantu? Bagiku kau terdengar seperti orang yang dicintai, dipercayai, dan dianugerahkan pundak yang kuat. Bukankah tidak ada beban yang melebihi pundak? Begitu janjiNya.

Pembantu itu dibayar. Sementara saya, dan saya yakin beberapa istri di luar sana setuju, kami akan tersinggung kalau apa yang kami berikan dinilai dengan uang. Maka, bukan. Kami BUKAN pembantu.

Pembantu mengerjakan semua hal karena diinstruksikan demikian. Kami, para istri, melakukan semua itu semata-mata untuk memudahkan penghuni rumah kami. Jika mereka lapang, sungguh kami senang. Bukankah sebaik-baik orang adalah yang paling banyak manfaatnya? Jika itu yang kau sebut sebagai pembantu.... baiklah, kami mungkin pembantu. Pelayan manusia yang mengharapkan ridha Allah.

Pembantu tidak boleh balik memerintah. Kami boleh. Bahkan kami akan membagi sedikit tugas ketika kami memerlukan tambahan waktu tidur. Kami diperbolehkan melakukannya, hanya saja ditantang soal bagaimana menyampaikan permintaan itu, karena laki-laki harus selalu mendengar permintaan dengan kalimat jelas, bukan sindiran, rajukan, atau ancaman samar. Apalagi lewat Facebook.

Janganlah nistakan diri kita dengan menganggap diri direndahkan oleh orang lain. Muliakan diri kita dengan melakukan banyak hal melelahkan itu semata-mata karena Allah mencintai yang demikian. Dan, jika kau sudah merasa sampai pada batasmu....

.........mintalah bantuan!

Beberapa istri nabi meminta bantuan dengan do'a. Siapa lagi yang lebih kuat dari DIA yang MAHA KUAT?
Lalu, mintalah bantuan pada suami, atau siapapun yang bisa mendengarmu.
Ukurlah kemampuan diri. Kerjakan sesuai kemampuan diri, bukan sesuai standar rumah tangga orang lain. Ringankan diri dari kompetisi menjadi ibu rumah tangga paling tulen. Hati yang ringan, ibu yang bahagia, lebih akan dikenang keluarga daripada rumah yang cantik.
Jika berkemampuan lebih, lebih baik membayar pembantu betulan daripada menghinakan diri di depan publik dengan mengatakan bahwa sebagai istri kita dianggap pembantu.
Kalau tidak punya kelebihan dana untuk membayar pembantu... jangan memaksakan diri. Dapur yang keren adalah dapur yang berantakan, istana yang menyenangkan adalah tempat anak bebas bermain tanpa  khawatir soal kerapian. Masakan paling enak adalah yang dimasak dengan cinta, bukan seberapa ribetnya proses itu. Buang hal-hal tidak penting yang menguras tenaga, termasuk Facebook-an tengah malam jika tidak mengundang manfaat (lebih baik tidur).

 (Beneran saya heran, para ibu yang mengeluh dirinya menjadi budak rumah tangga, padahal suaminya memberikan laptop, jaringan internet, dan malam hari ketika anak dan suami tidur mereka bebas berselancar di dunia maya. Mana ada budak semewah itu?)

Menjadi istri dan ibu adalah peluang terbaik mengatur tenaga dan pikiran. Fokus pada apa yang menjadi tanggung jawab, dan abaikan apa yang tidak memberi pengaruh signifikan pada kehidupan sekarang dan di masa yang akan datang.

Ada banyak para istri yang benar-benar membanting tulang di luar sana. Semoga Allah merahmatinya dan memudahkan urusan mereka.Sementara pada istri yang diberi kelapangan, teruslah berkarya, mendidik anak, menjadi teladan, memberi pengaruh baik bagi sesama.


Bagaimana dengan suami yang berperilaku semena-mena memerintah istrinya? Suami jenis pemalas tidak berguna?

Mungkin tidak sesederhana saya mengatakannya. Tapi, bisa jadi kita memiliki banyak pilihan; memberitahunya dengan jelas, mendiskusikannya, memengaruhinya pelan-pelan... Karena suami yang malas adalah ujian bagi istri shalihah. Memperbaiki hubungan dengan Allah akan memudahkan kita memperbaiki hubungan dengan manusia, itu yang saya yakini. Banyak cara yang layak dicoba, namun, mendzalimi diri sendiri dengan mengemis belas kasih manusia--dengan menghinakan suami dan keluarga-- tentulah bukan cara yang bijak.

Apa yang kita keluhkan dari ini, akan memengaruhi apa yang akan kita kenang di masa yang akan datang.

wallahu 'alam. Nasehati saya jika salah.

12 komentar:

Ety Abdoel mengatakan...

wow, ulasan yang cerdas Mba Bulan...agree with you

Bulan Nosarios mengatakan...

Mbak Ety, biar berlelah2 yang penting para istri harus tetep semangat ya mbak!:)

Kinzihana mengatakan...

Sangat setujuuuu sekali , suka blog nya makin cantikkk :D

Bulan Nosarios mengatakan...

Mbak Hana, alhamdulillah ternyata saya dikelilingi ibu shalihah ^^ semoga menjadi pengingat ketika saya khilaf. Makasi udah mampir Mak ;)

rina mengatakan...

senang baca tulisan2nya :) selalu daleeeemmm *salam kenal yak

Bulan Nosarios mengatakan...

Salam kenal juga Rina :) terima kasih...

Ummu SaLaamah mengatakan...

salam kenal mbak.... ^_^
baru pertama blogwalking kesini, dan langsung kepincut sama tulisan-tulisan mbak. Subhanalloh....,
tetep semangat nulis dan berbagi ilmu ya mbak.
oiy, ijin nge-link blog mbak di blog saya ya?

Bulan Nosarios mengatakan...

Jazakillah for stopping by, Ummu Salamah :)
hihi, maaf rumahnya berantakan, nulisnya cuma utk keperluan pribadi sebenarnya. sarang instropeksi diri dan 'ngedumel' dikit2.
Silakan di-link, Umm... :) saya juga akan mampir ke sana.

Ummu SaLaamah mengatakan...

sama mbak...., saya nulis juga seringnya bwt dokumentasi pribadi saja, jadi memang seperti tulisan-tulisan di buku harian, hehe....
pingin belajar nih gimana cara bercerita/menulis dengan runut, karena saya sendiri kalo nulis sering lompat sana lompat sini.
Sepertinya harus banyak2 belajar dari tulisan mbak ^_^ gpp kan ya?

Bulan Nosarios mengatakan...

yuk belajar sama2 :) saya juga nulisnya masih sesuka hati kok Umm. Kayak benang kusut yg susah dicari ujung pangkalnya, hehehe.... Keep Writing ;)

Ummu Aisyah mengatakan...

Subhanallah setelah membaca tulisan mbak, sy terharu n lelahx jd hilang, jd nambah semangat jd IRT tulen..;)

Unknown mengatakan...

Ulasan yg bagus n sesuai dgn realita jaman skrg,sy senang membacanya semoga para ibu muda jg calon istri mau merenungi n menghayatinya

Posting Komentar