It's about a week ago.
Saya menggandeng jemari putri 4tahun saya keluar dari sebuah mall ketika hari sudah gelap. Angin dingin musim kemarau terasa kering dan menusuk. Sementara udara berbau panas dan pengap. Kami melewati parkiran mobil, dan saya melihatnya di sana:
Terbaring, meringkuk, di antara dua mobil, seorang bocah lelaki kurus bersweater abu-abu.
Saya pelan-pelan mengingatnya. Ia adalah yang beberapa waktu lalu berada di dalam mall, menawarkan jasanya untuk membawakan barang saya. Saya telah menolaknya, karena barang saya tidak banyak. Dan dalam hati sempat berkata, kenapa bocah itu ada di dalam mall? Ya, dengan suara hati yang sedikit jahat.

Kembali ke parkiran. Putri saya menahan lengan saya agar berhenti dan memberikan sesuatu pada bocah itu. Don't ask. Putri saya menganggap semua yang duduk dan tidur di tanah wajib diberi recehan. And don't ask how could she has that idea. I don't know.


Saya hanya memelankan langkah, sambil meminta putri saya tidak melepaskan genggamannya. Sambil sesekali menoleh ke belakang, saya berpikir...

Alangkah sedihnya anak itu. Tidur karena kelelahan.
Apakah ia sudah makan? Karena ia meringkuk...seolah menahan perutnya yang kosong.
Mobil di sebelahnya menyala, menghidupkan lampu sorot. Ia terbangun. Terkejut, dan menyingkirkan barangnya yang tak seberapa; satu kresek kecil yang entah apa isinya.

Saya masih berdiri di sana, menoleh ke belakang, berpikir...
Kira-kira di mana rumahnya?
Kemana ibunya? Atau ayahnya?
Kalau saya beri dia uang... apakah tidak berarti meengawetkan ia dalam kehidupan jalanan?
Kalau saya ajak ia masuk dan makan... tidakkah itu sama dengan memberi pembenaran pada sikap pengemis?

Sementara putri saya menarik-narik tangan saya untuk kembali, saya bergeming.
Anak itu....

Lalu, saya melihat seorang wanita menghampiri anak itu. Ia membungkuk dan mengatakan sesuatu. Perempuan itu mengeluarkan sekotak makanan dari barang bawaannya. Ia mengelus kepala anak itu sesaat, tampaknya karena anak itu mengucapkan sesuatu. Entah apa. Lalu perempuan itu beranjak pergi. Anak saya tidak menarik-narik tangan saya lagi. Saya kembali berjalan, dengan hati tergugu. Saya kehilangan satu kesempatan. Kenapa bukan saya?

Karena saya terlalu banyak berpikir. Terlalu banyak kalkulasi. Terlalu banyak pertimbangan. Saya mengkhawatirkan masa depan negara dan mental bangsa, sementara satu orang kelaparan benar-benar ada di depan saya.
Baiklah, government. Kalau Pemerintah memang mau merawat mereka di Dinas Sosial, go on. Itu tugas mereka. But, please, jangan mempengaruhi saya lagi untuk mencegah sedekah. Karena ketika Dinas Sosial menjadi tanggung jawabmu, hey Gov, biarkan saya menyelesaikan tanggung jawab yang ada di depan saya. Mereka yang diperlihatkan Tuhan ke depan mata saya sedang menadahkan tangan.



0 komentar:

Posting Komentar