Bedtime Stories 
Honestly, saya bukan ibu yang disiplin membacakan cerita sebelum tidur. Ketika saya mulai membentangkan buku di hadapan anak-anak, mulai dari halaman judul, mereka sudah bertanya banyaaak sekali. Misalnya, siapa yang memutuskan untuk menuliskan "A" sebesar itu? Siapa yang mewarnai tupai itu? Di mana kita membeli buku ini kemarin? Kadang-kadang menyenangkan menjawab pertanyaan mereka yang selusin itu. Tapi kadang yang saya inginkan cuma agar mereka cepat tidur dan tidak membuat telinga saya berdenging. Oke, it's my flaws.

Tapi membacakan cerita untuk anak merupakan proses yang penting. Untuk lengkapnya manfaat membacakan buku bagi anak, silakan berkunjung ke earlymoments. Dua hal yang benar-benar terasa yakni bonding antara orang tua dan anak, dan kemampuan berbicara anak. Itu baru dua hal yang terlihat dengan mudah, belum efek lainnya dalam jangka panjang, seperti art of listening, melatih fokus, dan pengaruhnya pada kemampuan anak membaca.

Bali Rai
Ada banyak sekali alasan kenapa kita harus mulai membacakan buku kepada anak sejak dini. Oke, memang lebih enak meletakkan anak di depan TV (24 jam babysitter) tapi para pakar sepakat membaca buku thounsands times better for stimulating your children development. Membaca buku akan membuat anak menggunakan otaknya lebih aktif daripada ketika dia menonton. Membaca juga membuat anak memiliki kesempatan untuk memerhatikan dan bertanya sehingga lebih banyak merangsang daya pikir mereka. Silakan kunjungi Totsites untuk kata pakar lainnya.


Bagi saya pribadi, membaca adalah salah satu cara untuk mengenal dan belajar tentang banyak hal. Tanpa membaca, orang akan mengunci dirinya dalam ketidaktahuan. Jadi, kalau saya ingin anak saya tumbuh sebagai manusia pembaca, maka sejak dini saya mulai mengenalkannya dengan kebaikan membaca. Yang saya lakukan pertama kali bukanlah membeli buku anak melainkan mengenalkan anak pada prosesnya. Karena saya tidak mau membatasi diri hanya membaca ketika membeli buku. Saat ini kita bisa membaca apa saja.
Ketika anak sering melihat orang tuanya membaca, anak akan tertular untuk ikut senang memegang buku. Coba perhatikan, anak pasti senang mengikuti tingkah laku orang tuanya, kan? Seperti ketika orang tua berbicara di telepon, memasak, berdandan, bahkan cara bicara. Begitu juga dengan membaca. Tidak penting mengenai berapa banyak buku yang dimiliki, yang perlu diserap anak adalah bahwa membaca itu menyenangkan.

Bagaimana kalau anak belum bisa membaca?
Bagi saya, yang terpenting adalah anak mengenal buku. Dan proses perkenalan itu tentu saja disesuaikan dengan usia.
Sekarang sudah banyak buku dari bahan flanel yang berwarna-warni yang ditujukan agar tidak sobek. Buku-bukuan ini aman untuk bayi karena tidak akan ada kertas atau tinta yang akan termakan oleh mereka. Tau kan, bayi suka memasukkan segalanya ke dalam mulut untuk mengenali benda itu.
Tapi balita saya tidak suka dengan buku ini. Mereka benar-benar mau buku. Yang ada hurufnya, yang berat seperti milik ayah bundanya. Karena umur mereka sudah mencukupi (sejak1,5 tahun) untuk mengetahui buku bukan untuk dimakan, saya memberikan mereka buku apa saja. Kalau robek, saya akan mengajak mereka merekatkan kembali. Supaya mereka tahu 'repot'nya memperbaiki buku.

 It worked for me :D Meski buku anak-anak jadinya penuh selotip. Hanya satu atau dua buku yang jadi korban, lalu mereka mulai terbiasa untuk memperlakukan buku dengan baik.

Buku apa yang tepatnya dibacakan untuk anak?
Anak saya suka buku bergambar seperti kamus bergambar Thomas and Friends. Mereka juga senang dengan fabel. Untuk fabel dari penulis Indonesia, saya suka tulisan2 Clara Ng. Saya juga menemukan link fabel klasik yang cocok di internet.  Printable pula. Coba cek di Nutricia Baby Books. Ada dua belas buku yang bisa Anda print. Bahasa aslinya Belanda, tapi ada terjemahan Inggrisnya di bagian bawah. Ini salah satunya:


Selain buku-buku itu, kalau dompet lagi tipis, kami bisa membuat sendiri. Sekarang setelah anak-anak lebih besar, mereka jadi ikut senang mewarnai dan menyusun cerita mereka sendiri. Well, don't ask the ending. You'll find the elephant will turn into a bug.

Saya mengenalkan mereka pada buku. Bukan tergesa-gesa mengajarkan mereka membaca. Itu adalah dua hal yang berbeda. Dengan kebiasaan dekat dengan buku, saya yakin anak akan lebih mudah dalam proses belajar membacanya kelak. Begitu juga dengan masalah bilingual atau membaca kitab suci. Saya tidak menargetkan apa-apa selain mengenalkan anak agar mereka menjadi terbiasa. Kalau dia sudah terbiasa dan senang, sisanya akan lebih mudah.

Kapan saya membacakan buku untuk anak?
Tidak harus sebelum tidur. Bisa di pagi hari ketika kami ke perpustakaan. Atau sore hari ketika hujan dan tidak bisa main di luar, atau malam, ketika anak seharian lelah dan memerlukan kegiatan asik yang tidak menguras tenaga fisik. Sehari 20 menit, itu kata pakar.


Once upon a time...

Melalui cerita yang saya bacakan, anak-anak juga ternyata sudah bisa mengambil nilai atau pesan yang disampaikan.
Ketika putri sulung saya (4) beberapa waktu lalu bermain ke rumah tetangga tanpa ijin, saya mencari cara untuk memberitahunya dengan baik. Kalimat, "jika kamu pergi tanpa ijin dan Bunda mencarimu bla bla bla" terlihat agak terlalu panjang dan mungkin yang dia terima hanya betapa kesalnya saya. Dan belum tentu dia tidak akan melakukannya lagi.

Lalu, malamnya saya membuat cerita dengan menggunakan gambar-gambar memungut di sana-sini (Google, of course. As long as I won't sell it). Dan saya membacakannya sebelum anak-anak tidur. Itu adalah cerita tentang dua anak burung yang bertualang ke hutan seberang, mengabaikan pesan ibunya kalau mereka tidak boleh jauh-jauh dari pohon besar tempat keluarga burung tinggal. Lalu mereka tersesat dan Ibu burung mencari mereka. Ibu burung merasa bingung dan sedih karena anak-anaknya hilang.You know the kind of story.... 
Yang dicecar dua anak saya adalah apakah pohon itu sebesar menara? Apakah di hutan itu ada singa baik hati? Apakah di hutan itu tinggal perompak? Apakah burung itu membawa bekal?

Cerita selesai dibacakan, anak-anak tertidur. Telinga saya berdenging, tiba-tiba sepi dari suara anak-anak. Cerita yang hanya lima halaman itu menjadi 45 menit karena kedua anak saya menambahkan versi mereka sendiri. Betapa hebat isi benak mereka...

Saya sudah hampir lupa dengan cerita itu, ketika suatu hari, dari jendela dapur tempat saya sedang mencuci piring, saya mendengar obrolan dua anak saya di halaman belakang:

Adik: Lihat, kucingnya pergi ke sana. ayo kita ikuti!

Kakak: Kita harus bilang dulu sama Bunda, kalau nggak, kalau kita tersesat Bunda akan bingung nyari ke mana.

Adik: Di sana ada perompak?

Kakak: Bukan, cuma ada bahaya. Ayo kita bilang sama Bunda!

Saya nyaris tertawa mendengarnya. Sejak itu, anak saya selalu ijin jika mau pergi.  Mereka bukan takut hilang, tapi takut Bundanya sedih dan kebingungan mencari anak-anaknya.

I'll keep reading books to them. I will.









4 komentar:

Niken Kusumowardhani mengatakan...

Ini blog yang lama dirubah tampilan atau blog baru sih mbak Bulan...?
Cantik nian....
Yang dulu juga cantik... seperti ruangan keluarga. Sekarang seperti berada di awan yg penuh cinta...

Bulan Nosarios mengatakan...

Bunda inget aja desain yg lama ^^ ini blog yang itu cuma templatenya diganti, lagi pingin yg soft :D Makasi udah singgah Buun...

Unknown mengatakan...

Mbak Bulan, aku sering kehabisan buku cerita neh, nanya dunk maksudnya comot gambar google itu , di print lalu ditempel atau gimana ?? hahahha mohon sharing ide suhu :)

Bulan Nosarios mengatakan...

Iya Helga, kadang aku bikin cerita dulu, baru nyari gambar yang cocok. print, gunting, tempel, pas anak2 usia 3th mereka seneng banget aktifitas ini, waktu lebih kecil aku ngerjain sendiri..(ayahnya nggak usah dihitung,hehe). Kadang juga, aku ketemu gambar bagus, terus aku simpan dulu, ceritanya ngarang bebas aja kemudian :D sumber gambar, aku google "printable coloring page+ (temanya apa)" atau ya gambar si thomas dkk yg warna warni itu aku print, cuma ya emang ngabisin tinta banget :D

Posting Komentar