cartoon by Ros Asquith
"Sudah bisa apa sekarang?"
Itu adalah pertanyaan yang umum dilontarkan antarorangtua tentang anak-anak mereka yang masih preschooler.
"April sudah bisa menghafal abjad!"
"Julia sudah bisa menggambar kelinci!"
"Okta sudah bisa menghafal tiga surat pendek."
Sebagian ibu berhati lapang akan menjawab, "Waa...hebaaat," sebagian lain tersenyum dan berpikir, "anakku sudah bisa apa ya?"
--saya berpikir, kadang-kadang sebagai orang tua kita membicarakan hal seperti di atas di depan anak-anak, tanpa menyadari bahwa mereka mendengar dan mencerna: bahwa Mama bangga padaku karena aku bisa melakukan ini/ Mama tidak menyebutkan aku sudah bisa ini// Mama bohong mengatakan aku bisa ini // Mama diam saja tidak membanggakanku, apa aku begitu buruk?-- mengapresiasi kehebatan anak ada porsinya. Tujuannya bukan agar orang lain mengetahui anak kita hebat, melainkan agar anak kita mengetahui bahwa kita menghargai dirinya.

Apakah saya ingin memiliki anak yang cerdas? Kalau cerdas berarti ia mampu membawa diri, mampu menyelesaikan masalahnya, sopan perilakunya, takut pada Tuhan, menyayangi sesama, bisa menolong orang lain...(panjang sekali daftarnya) ya, siapa yang tidak mau anaknya sehebat itu? Tapi, buat seorang ibu, cinta itu tanpa syarat. Cintanya tidak ada hubungan dengan apa-apa yang bisa dicapain buah hatinya. Belajarlah dari ketulusan seorang ibu yang anaknya memiliki keterbatasan. Lihat bagaimana mereka tetap setia mencintai dan mendukung buah hatinya. Dan nyatanya, cinta ibu yang utuh dan tanp syarat itu bahkan bisa menjadikan anak dengan keterbatasan fisik atau pertumbuhan menjadi anak hebat: anak yang bahagia karena ia tahu ia dicintai.

Raising Children

Ya, katakan padanya bahwa Anda bangga ketika dia bisa melakukan sesuatu. Tapi jangan cemberut dan mengeluh ketika ia tidak bisa melakukan hal lain.

Bagi saya, cerdas tidak selalu tentang IQ tinggi. Cerdas tidak hanya berarti ia menguasai apa yang orang lain tidak kuasai. Cerdas tidak sama dengan ia juara di kelasnya--bukan berarti saya menolak anak saya jadi juara, tapi itu bukan satu-satunya tolak ukur. Well, mugkin anak saya belum bisa mewarnai dengan benar, tapi dia sudah bisa mengocok telur dengan baik. Dia mungkin tidak hafal lagu Indonesia Raya, tapi dia sudah bisa menjawab telepon dengan sopan. Saya melihat kecerdasan dari berbagai sudut, itu intinya.

Pada 1900, Alfred Binet menemukan metode untuk mengukur kecerdasan melalui seperangkat tes yang disebut Intelligence Quotient atau IQ (dulunya dikenal sebagai Binet Test). Kalau Anda pernah menjalani tes ini, Anda pasti ingat bahwa rentetan pertanyaan itu based on two types of intelligences: Bahasa dan matematika-logika. Saya termasuk generasi yang kecerdasanya diukur oleh tingkat IQ. Generasi berikutnya mulai mengenal EQ (Emotional Quotient) dan SQ (Spiritual Quotient), serta keduanya yakni ESQ.

Howard Gardner, psikolog dari Harvard University, melihat kembali kekurangan teori Binet. Kalau yang IQ-nya tinggi dikatakan cerdas, lalu bagaimana mereka yang tidak bisa menyelesaikan soal bahasa dan matematika itu? 
Pertanyaan sederhana itu yang membawa Gardner pada penelitiannya pada awal 1990-an yang kemudian menemukan teori Multiple Intelligences (MI). Sederhananya, kalau Binet mengukur kecerdasan melalui dua area kemampuan manusia, Gardner mengukurnya dalam area yang lebih luas, yang meliputi tujuh area kecerdasan. Ia menekankan, kita semua memiliki ketujuh potensi kecerdasan tersebut, meski tingkat perkembangan antara satu area dengan yang lainnya tidak sama. Namun kita dimungkinkan untuk melakukan stimulasi agar ketujuhnya dapat seimbang. Seperti yang saya sebutkan sebelumnya, meskipun seorang anak belum bisa menyanyi (Music intelligence) ia sudah bisa menjawab telepon dengan baik (Interpersonal Intelligence). Dan ia bisa saja mengimbangi keduanya dengan stimulasi yang tepat dan bijak.


Perlu Anda ingat, tidak ada satu kecerdasan yang mengungguli kecerdasan lainnya. Seluruhnya menyumbang peran yang sama penting dalam kehidupan manusia. Amati kebiasaannya, dan gunakan untuk mendukung kecerdasannya.

Multiple Intelligences






Saya mencetak chart dari website Edorigami dan menempelnya di rumah agar saya selalu ingat bagaimana anak-anak saya belajar dan bagian mana yang masih harus didukung. Kenapa saya malah menampilkan banyak chart, bukannya menjelaskan.... it's simple, I want you to learn from the genuine source :) saya cuma menyertakan linknya. Biar lebih puasss gitu, Mam....

Apa yang bisa dilakukan orang tua untuk mendukung anak hebatnya?

# Mencintai tanpa syarat
Saya menyebutkan ini di awal tulisan. Love them just the way they are. Anak yang hebat adalah anak yang bahagia. Ia tahu dirinya dicintai orang tuanya, diinginkan, dipedulikan. Anak-anak dengan harga diri yang utuh akan lebih mudah untuk berkembang.

#Dampingi Ia Mengenal Dunia
Jangan biarkan anak mengenal dunia dari TV, di mana dunia itu penuh keajaiban, dunia itu banyak orang jahat, dunia itu melulu tentang cinta antarlawan jenis.
Bawa ia mengenal lingkungannya. Sepetak lapangan di dekat rumah bersama sekumpuluan bocah yang sedang bermain sepak bola--ia akan belajar tentang manusia lain dan bagiaman bersikap ramah. Semeter tanah yang ditanami cabe dan tomat--ia akan belajar tentang proses alam dan kesabaran. Mengunjungi saudara yang lama tak dijenguk--ia akan lihat indahnya silaturahmi. Membiarkannya membantu di dapur--ia akan belajar banyaaak hal!
berkebun

#Bukan berikan benda, tapi berikan waktu
Baiklaaah, dia mungkin akan senang ketika Anda membelikannya seperangkat mainan baru. Tapi akan lebih bermanfaat dalam jangka panjang jika Anda juga memberikan waktu Anda. Percaya deh, setengah jam Anda temani pun dia mungkin sudah mulai bosan. Lagi pula, semakin mereka besar, semakin sedikit waktunya yang akan ia habiskan dengan kita, calon jompo ini. Saya sendiri berprinsip, temani sepuluh menit (matikan komputer, TV, Facebook, iPad, bahkan kompr!), dan selanjutnya biarkan mandiri dua puluh menit. Dengan porsi seperti itu, anak-anak cenderung bermain dengan tenang di 20 menit berikutnya karena ia sudah puas Anda perhatikan semata wayang di sepuluh menit awalnya. Coba saja, akan sangat berbeda dengan ketika Anda temani selama 30 menit tapi selama itu pula Anda sambi dengan pekerjaan lain.
itallkidsplay
 
#Biarkan imajinasinya berkembang
Kalau ia bilang barusan melihat bulan menyenggol bintang, percayai saja. Otaknya sedang mencoba mencerna bagaimana alam ini bekerja. Membantahnya hanya akan membuat ia kesal dan berhenti berpikir. Dengan loncatan-loncatan pikirannya, ia pada akhirnya akan sampai pada kenyataan sebenarnya. Di lain waktu, Anda bisa menemaninya membaca buku tentang bulan dan alam semesta. Ia pasti senang sekali mendapati kalau bukan cuma ia sendiri yang memikirkan alam semesta ini.


#Sediakan lingkungan yang mendukung kecerdasannya
Itu termasuk Anda. Kalau Anda suka membaca dan berdiskusi, anak-anak juga akan menyukainya. Dinding yang penuh coret cemoret adalah hal lumrah bagi Anda yang memiliki balita. Daripada menjauhkan krayon darinya, kenapa tidak mencoba alteratif lain i.e. memberikan ruangan/dinding yang bisa dia coret; lapisi dinding dengan kertas, berikan dia krayon yang bisa dihapus hanya dengan lap basah. Jangan hentikan anak yang suka bertanya, jangan larang ini itu selama tidak bahaya dan melanggar kesopanan.
CartoonStock

Melaranglah dengan bahasa yang enak di telinga anak. Daripada mengatakan, "jangan coreti buku Mama!" lebih baik megatakan, "coreti kertas ini saja ya, kertas Mama mau dibaca."

#Active body, active mind

Sekali lagi, jangan biarkan ia menghabiska kebanyakan waktunya di depan TV. Ini peringatan untuk saya sendiri sebenarnya. Anak-anak jelas akan menyukai TV, apalagi di usia 3-5 tahun dengan acara-acara Disney yang dibuat (memang) semenarik mungkin. Tapi, ia tidak akan belajar dari sana. Ia mungkin akan menerima satu atau dua informasi baru. Tapi ini terkait dengan cara belajarnya. Jika ia biasa hanya menerima, ia tentu akan sulit terstimulai untuk mencari sendiri. Berbeda dengan jika Anda melepaskannya di sepetak kebun untuk mencari ladybug, atau di lapangan untuk bermain bola bersama temannya. Sekedar contoh, Amy putri saya senang sekali dengan Jake and The Never Island Pirates, tapi tetap saja ia lebih tertarik dengan bermain pasar-pasaran bersama teman-temannya. Anak bisa dialihkan dari TV, selama kita mau mencarikan kegiatan alternatif yang memancing kegiatan fisik dan otak.

#Berikan nutrisi yang tepat
Tidak perlu mahal atau keren, yang penting adalah kelengkapan nutrisi dalam sebuah piring. Komposisinya adalah setengah buah dan sayur, seperempat grain (padi-padian), dan seperempat protein.
Tidak harus Apel kalau Anda cuma punya pepaya. Sudah tanggung jawab kita untuk belajar tentang nutrisi anak. Apa yang meraka makan dan tidak akan menjadi tanggung jawab kita--dunia akhirat kalau menurut saya.
Di usia-usia pertumbuhannya, anak membutuhkan banyak energi, baik untuk kinerja fisik maupun otaknya. Jangan lupa, makanan dan minuman itu haruslah halal dan baik. Halal ketika ia tidak mengandung sesuatu yang haram, juga tidak dihidangkan dengan cara yang haram (termasuk sumber uangnya), baik dalam artian makanan/minuman itu tidak mengandung bahaya atau sesuatu yang tidak baik. Seperti pengawet (bayangin nugget dan sosis di rumah ya Bu...hehe), pewarna (minuman anak-anak apa saja yang boleh ada di kulkas Anda?), dan proses yang berlebihan sehingga menghilangkan nutrisinya. Ayolah Bu, daripada beli buah kalengan yang diimpor dari Cina, lebih lengkap nutrisinya beli pepaya di kebun tetangga :)

#Beri makan otaknya, jasadnya, dan hatinya....
Diajari mengenal huruf sudah, diajak main ke sodara sudah, diajari sopan santun sudah, diberi susu murni sudah, brokoli juga habis... apalagi?

Kenalkan ia pada Penciptanya. Memulainya sedini mungkin dari hal terdekat. Misal, ketika ia bertanya, dari mana datangnya adik? Maka saya menjawab, "dititipkan Allah pada ayah dan bunda."
Jangan sampai kita mengenalkan anak kepada Tuhannya ketika menakut-nakutinya. "Kalau nasinya nggak habis nanti dimarahi Tuhan, lho!" Karena yang diingat anak kemudian hanya sisi kemurkaan Tuhan.
Ajak anak mengenal seluruh sifat Allah yang terentang di permukaan bumi :) Kenalkan anak pada RahmatNya dalam hujan yang turun, RahmanNya dalam rejeki yang turun, AkbarNya pada kemegahan jagad raya....



Setiap anak hebat--meski tidak perlu kita umumkan pada dunia tentang hebatnya anak kita--karena ia diberikan akal oleh Allah untuk berpikir. Tugas kitalah untuk mengenalkannya agar ia bisa menggunakan akal pikirannya agar bermanfaat bagi orang banyak. Membawa maslahat bagi ummat. Menjadi problem solver. Menjadi penyejuk hati di akhir zaman yang gersang ini... Aamiin.






0 komentar:

Posting Komentar